My Coldest CEO

16| The Right Decision?



16| The Right Decision?

0Felia menghembuskan napasnya, menatap bangunan mansion tinggi yang memang benar-benar sangat mewah. Selepas dirinya sudah membayar taksi online dan mobil tersebut juga tidak lagi ada di dekat tubuhnya, ia mengeratkan genggamannya pada gagang koper.     

"Permisi, Tuan. Aku ingin bertemu dengan Tuan rumah," ucapnya ketika melihat seorang laki-laki yang bertugas menjaga keamanan rumah mulai beranjak dari duduknya dan menghampiri dirinya.     

Melihat penampilan Felia dari atas sampai bawah, lalu mengunci pandangannya kembali pada wajah cantik itu. "Oh Nona, Tuan sudah memberitahukan seluruh pekerja untuk kehadiran dirimu." ucap laki-laki berbadan tegap itu.     

Menaikkan sebelah alisnya, Felia tidak mengerti dengan apa yang diucapkan laki-laki ini. Apa benar yang di katakan oleh Azrell kalau dirinya di anggap sebagai kekasih dari sang Tuan rumah? Oke lah kalau begitu, berarti ia tidak perlu takut di cap buruk atau bahkan di sangka pencuri.     

"Baik, bolehkah aku masuk?" tanya Felia.     

"Tentu, Nona. Tunggu sebentar," security ini membuka lebar gerbang mansion ini lalu bergegas dengan lari kecil untuk menghilang dari hadapan wanita cantik itu.     

Felia memperhatikan gerak-gerik laki-laki tersebut yang menyuruh dirinya untuk menunggu. Tiba-tiba saja, dari belakang post security itu keluarlah sebuah mobil dengan pengemudi laki-laki tadi.     

"Huh? untuk apa mengeluarkan mobil?" tanyanya dengan memiringkan sedikit kepalanya.     

"Naik Nona, kalau kamu berjalan sampai pintu utama rumah, apa tidak kejauhan?"     

Benar juga. Felia meneguk salivanya kalau ia berjalan membelah halaman rumah tersebut dengan langkah mungilnya, pasti peluh memenuhi pelipisnya dan membuat penampilannya berantakan sebelum bertemu dengan seseorang bernama Bara.     

Menganggukkan kepalanya, ia setuju dan langsung saja masuk ke dalam mobil tersebut, memasang seat belt dengan benar ke tubuhnya. "Baiklah, sudah, Tuan." ucapnya sambil memberikan sebuah senyuman yang sangat hangat.     

Mesin mobil mulai menyala, dan dengan segera melaju untuk masuk ke dalam halaman rumah. "Sebaiknya Nona tidak perlu memanggilku dengan embel-embel Tuan, sangat tidak pantas hanya untuk pekerja kecil seperti ku."     

"Pekerja kecil di tempat semewah ini? Aku tetap menanggap kalau pekerjaan mu sangat besar."     

"Kamu sangat baik Nona, tapi alangkah baiknya kamu cukup memanggil nama ku dengan panggilan Hers Kranser."     

"Jadi, aku cukup panggil Hers saja ya?"     

"Iya Nona, itu terdengar jauh lebih baik."     

"Kalau begitu, kenalkan aku Felia Azruela." Felia memperkenalkan namanya tanpa embel-embel marga di belakangnya. Ia pikir, kalau marga itu hanya untuk orang-orang besar saja. Apalagi ia memang dari dulu sendiri, takutnya keluarga 'Wallson' meninggalkan jejak buruk pada kehidupan orang lain sebelumnya tanpa ia tahu apapun itu.     

"Baik Nona Felia, kita sudah sampai."     

Felia menganggukkan kepalanya, ia melihat pintu utama besar yang terpampang jelas di hadapannya. Melihat itu, ia menghembuskan napasnya lagi secara perlahan. "Terimakasih, Hers. Aku ingin memberikan tip, tapi aku tidak memiliki cukup dolar untuk pegangan." ucapnya dengan raut wajah menyesal yang di tunjukkan ke laki-laki tersebut.     

Hers hanya terkekeh sopan, lalu menganggukkan kepalanya bahwa ia paham dengan apa yang diucapkan Felia. "Tidak masalah, Nona. Lagipula aku tidak mengharapkan imbalan apapun, silahkan masuk ke dalam dan temui Bara saja." ucapnya dengan sangat sopan. Perawakan yang sepertinya sudah menginjak usia tiga puluhan itu memiliki pahatan wajah yang cukup tampan. Ayolah, apa pekerja di sini diukur juga ya dari penampilan?     

Ah iya, kekasih Azrell adalah orang besar. Sudah dapat di pastikan para tamu yang merupakan kolega besar datang ke sini bertemu para maid yang juga goof looking dan attitude terjaga baik.     

Baru saja Felia ingin turun, Hers menahannya dengan kata-kata 'tunggu sebentar'. Ia melihat laki-laki tersebut yang memutari mobil, lalu membukakan pintu dari sisinya.     

"Silahkan Nona, ratu harus diperlakukan dengan sangat layak." ucapnya sambil membungkukkan tubuhnya, mengarahkan tangan supaya Felia bisa keluar dari dalam mobil dengan pelayanannya yang terbilang sopan.     

Felia mengerjapkan kedua bola matanya. 'Jadi, seperti ini rasanya menjadi orang kaya?' batinnya. Ia langsung saja turun dari mobil tersebut, bahkan mobil seorang sopir saja termasuk ke dalam mobil mahal. Apa iya sekaya itu sang pemilik rumah? Ia menyesal kenapa tidak mencari tahu terlebih dulu alamat yang di berikan Azrell, supaya ia tahu seluk-beluk sang pemilik rumah.     

"Terimakasih Hers, kamu sangat baik."     

"Terimakasih kembali, Nona. Hati-hati dengan tangganya, takut alas high heels mu licin."     

Felia memberikan sebuah senyuman terbaik yang ia miliki, lalu menganggukkan sedikit kepalanya. Ia mulai melangkahkan kakinya, menaiki sedikit anak tangga yang akan membawa dirinya ke depan pintu utama.     

"Selamat Pagi Nona, silahkan masuk."     

Seorang doorman yang berdiri tepat di dekat pintu utama itu mulai menyambut Felia. Baiklah, kini dirinya mulai menyimpulkan kalau setiap sudut di rumah para orang kaya memiliki pekerja supaya tidak perlu menghabiskan waktu untuk membuka gagang pintu karena sudah di layani. Padahal menurutnya itu adalah hal yang sederhana, kenapa sampai harus mempekerjakan orang?     

Baiklah, mungkin orang kaya sudah kebingungan bagaimana cara menghabiskan uang, ya mungkin seperti itu cara kerjanya. Lagipula ia sebagai orang sederhana tidak pernah tahu menahu bagaimana rasanya menjadi orang kaya.     

Menganggukkan kepalanya, Felia sudah kehabisan kata-kata lagi jadi ia hanya menanggapi dengan gerakan yang sopan. Ia mulai masuk ke dalam rumah, mengikuti perintah sang doorman.     

"Silahkan Nona ikuti diri ku untuk bertemu dengan Chef Bara,"     

Felia menaikkan sebelah alisnya, namun tak ayal juga mengekori laki-laki tersebut dari belakang. Ia tidak mengerti kenapa semua orang mengatakan pada dirinya kalau ia harus bertemu dengan Bara? Apa dia Chef sekaligus kepala koordinasi dari para pekerja yang ada di rumah ini?     

"Ah tidak sebaiknya Nona tunggu di ruang tamu saja, nanti akan ku panggilkan Bara."     

Mendengar suara bariton tersebut, tentu saja membuat Felia menghentikan langkahnya dengan tepat, kalau tidak bisa-bisa dirinya menabrak punggung laki-laki yang memimpin jalan. "Oh gitu? Baiklah, terimakasih." ucapnya sambil melangkahkan kakinya ke arah sebuah sofa panjang yang memang sudah di susun sedemikian rupa jika ada banyak tamu yang datang, menaruh koper tak jauh dari jangkauannya lalu mendaratkan bokong di atas benda yang empuk itu.     

"Ah lelah juga pakai high heels,"     

Hei, memangnya siapa yang bilang jika Felia selalu mengenakkan high heels saat keluar rumah? Tidak, ia lebih memilih untuk memakai sepatu ataupun flat shoes.     

Namun karena tidak ingin terlihat katro yang berujung mempermalukan diri sendiri, ia terpaksa menerima ketidaknyamanan ini.     

"Kalau bukan untuk Ica, aku tidak akan rela memakai semua barang yang sangat merepotkan ini, oh astaga."     

Suara derap langkah menyita perhatian Felia, membuat wanita yang sedang duduk dengan tenang ini langsung saja mengarahkan pose duduknya ke sumber suara.     

"Ah Nona ternyata datang juga, saya pikir tidak akan datang karena Tuan sudah mengatakan kedatangan diri mu." ucap laki-laki yang di tubuhnya sudah di lengkapi dengan pakaian chef, sepertinya dia adalah Bara.     

Tidak tahu ingin menjawab apa karena memang dirinya tidak tahu apapun, Felia lebih memilih untuk pura-pura tahu dengan menganggukkan kepalanya. "Iya benar dan aku ingin mengambil barang-barang ku, bisa tolong letakkan koper itu di sana?" ucapnya yang memang seolah-olah sudah tau setiap sudut di rumah ini.     

Bara menganggukkan kepalanya, lalu melihat ke seorang laki-laki doorman. "Tolong letakkan koper Nona di kamar tamu," ucapnya.     

Setelah sang doorman itu pergi, Bara kembali memusatkan pandangannya ke arah Felia. "Baiklah Nona, perkenalkan nama saya Bara panggil saja Chef Bara. Ayo ikut saya ke ruang makan." ucapnya dengan nada suara yang tenang, terdengar sopan saat masuk ke indra pendengaran.     

Felia yang tadi sedang memperhatikan arah laki-laki doorman itu yang menuju lantai dua supaya nanti ia tidak kesulitan mencari kamar tamu dan tidak bertanya-tanya, ia langsung saja mengerjapkan kedua bola matanya. "panggil aja aku Felia, Tuan. Dan untuk apa kita kesana?"     

"Apakah Nona sudah sarapan?"     

Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba saja perut Felia berbunyi kecil yang tentu saja tidak sampai mempermalukan dirinya sendiri. "Belum, tadi aku tidak sempat karena harus mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu, Tuan."     

Bara tampak menarik senyumannya, tunggu apa ada yang salah dari kalimat Felia?     

"Nona sangat mandiri sekali, pasti Tuan sangat beruntung mendapatkan wanita yang lebih memilih mengerjakan pekerjaan rumah sendiri tanpa campur tangan maid."     

Merutuki kebodohannya dalam hati, Felia sangat lupa karena memang benar para wanita yang memiliki kehidupan sangat berkecukupan pasti enggan menyentuh pekerjaan rumah karena sudah terima jadi saja dengan hasil para maid. Ia hanya bisa menampilkan sebuah senyuman kaku, karena perkataannya ini. "Jadi, untuk apa kita ke ruang makan?" tanyanya yang lebih baik segera mengalihkan topik pembicaraan mereka daripada merasa malu pada diri sendiri.     

Bara menganggukkan kepalanya, "Kalau begitu sebaiknya saya akan membuatkan sarapan untuk Nona." ucapnya dengan sebuah senyuman hangat.     

Felia membelalakkan kedua bola matanya, tidak menyangka akan di perlakukan sebaik ini. "Eh? Tidak perlu repot-repot, Bara. Lagipula aku hanya ingin mengambil barang-barang ku saja, tidak bermaksud untuk menumpang makan." ucapnya dengan raut wajah menolak karena memang benar-benar merasa tidak enak dengan Bara. Toh tujuannya ke sini cukup sederhana kok, kenapa menjadi seperti ini?     

"Tidak menerima penolakan, Nona. Karena Tuan sudah memberitahukan kalau kamu ke sini, harus di layani dengan sebaik mungkin. Dan ini sudah menjadi tugasku." ucap Bara dengan sebuah senyuman. Ia sama sekali tidak pernah bisa mengabaikan apa yang di perintahkan Tuan-nya, jadi sebaik mungkin menjalankan tanpa penolakan seperti ini.     

Felia tersenyum kecil, memang tidak ada pilihan lain. Lagipula dirinya juga merasa lapar, karena biasanya jam sarapan dirinya tepat pada pukul setengah sepuluh pagi setelah menyelesaikan tugas di awal hatinya.     

"Baiklah, aku tidak menolak."     

"Kalau begitu, silahkan Nona mengikuti saya."     

Menganggukkan kepalanya, Felia mulai beranjak dari duduknya lalu mengikuti langkah Bara. Sampai pada akhirnya, ia baru tersadar kalau ada sebuah pajangan foto keluarga di rumah ini.     

Felia memilih untuk menghentikan langkah kakinya, lalu mulai mendekat ke pajangan tersebut untuk memfokuskan kedua mata kalau apa yang di lihatnya saat ini bukanlah sebuah kesalahan.     

"Leonardo Luis?"     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.